MAKALAH
KERUKUNAN
ANTAR UMAT BERAGAMA
Disusun
oleh :
LINDA
NINGCAHYATI
NIM.
1822XXXX
PRODI
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI
INSTITUT
BISNIS NUSANTARA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak
lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk
ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kerukunan
beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa,
Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan
masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif
dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring
dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai
macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat
beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan
kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama
yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala
tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan
antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan,
pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam
masyarakat.
Keharmonisan
dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan
beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga
konflik agama.
2.2.
Rumusan Masalah
1) Pengertian kerukunan umat beragama
2) Bagaimana pandangan agama Islam
mengenai kerukunan umat beragama?
3) Analisis tentang umat beragama
2.3.
Kajian Penelitian Relevan
Penelitian-penelitian
yang dianggap relevan dengan intoleransi, pendidikan toleransi, pemeliharan
kerukunan beragama, dan kebijakan-kebijakan yang berikatan dengan kerukunan
antar pemeluk agama, serta penelitian yang terkait dengan pemanfaatan biografi tokoh
dalam pembelajaran. Hasil penelusuran penelitian-penelitian tersebut dipaparkan
sebagai berikut. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti, dkk. (2003) berjudul
“Radikalisme Agama sebagai Salah Satu Bentuk Perilaku Menyimpang: Studi Kasus
Front Pembela Islam”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemunculan gerakan
Islam radikal di Indonesia sejauh ini nampaknya disebabkan oleh dua faktor,
yaitu:
1) faktor
internal dari dalam umat Islam yaitu faktor yang dilandasi oleh kondisi
internal umat Islam yang telah menjadi sumber penyimpangan agama yang mendorong
kembali ke dalam otentitas (fundamen) Islam
2) faktor
eksternal baik yang dilakukan rezim penguasa maupun hegemoni Barat, dapat
ditunjuk sikap represif rezim penguasa terhadap kelompok-kelompok Islam seperti
yang dilakukan oleh orde baru dan krisis kepemimpinan pasca orde baru
menunjukkan adanya lemahnya penegakan hukum mendorong bahwa syariat Islam
adalah solusi terbaik, selanjutnya faktor dominasi Negara Barat terhadap Negara
Islam juga dijadikan sebagai faktor eksternal. Wan (2006) meneliti model
pembelajaran karakter toleransi dengan menerapkan pendekatan tematik buku
cerita untuk mengajarkan keberagaman dan toleransi kepada siswa.
Penelitian
yang dilakukan oleh Santoso (2007) berjudul “Pelaksanaan Pemeliharaan Kerukunan
Umat Beragama Kaitannya dengan Pasal 22 Huruf A Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Studi di Kota Surakarta)” dengan tujuan:
mendeskripsikan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, mengetahui
faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pemeliharaan kerukunan
umat beragama di Kota Surakarta, dan mengetahui upaya yang dijalankan untuk
mengatasi hambatan dalam pelaksanaan 6 pemeliharaan kerukunan umat beragama.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian kerukunan antar umat beragama
Kerukunan
[dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang
menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada
penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan
antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan
golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup
berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk
mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta dialog, saling
terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Sedangkan
kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai
dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya
bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan,
pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah
harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah
terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat
merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya.
Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan
umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan
keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara
umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai
dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan
Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan
dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas
keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
2.2. pandangan Islam mengenai kerukunan antar umat
beragama
Kerukunan adalah istilah yang
dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai. Intinya, hidup bersama dalam
masyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan
dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan
pegangan, maka kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh
masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan
manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih
dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka
apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan
masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat
ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran
memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap
kerukunan itu ada karena ketidakrukunan itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat
manusia?.Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan
tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu senantiasa bergelut dengan
tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara cita-cita dan
yang tercipta.Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan
hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social,
manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.Ajaran Islam menganjurkan
manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (taawun) dengan sesama manusia
dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat
berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.A. Kerja
sama intern umat beragamaPersaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran
yang mendapat perhatian penting dalam islam. Al-quran menyebutkan kata yang
mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut berbagai
persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama.
Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu : Ukhuwah ubudiyah
atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah. Ukhuwah insaniyah
(basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua
berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa. Ukhuwah wathaniyah
wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. Ukhuwwah fid din al
islam, persaudaraan sesama muslim.Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih
sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan
merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam
haditsnya yang artinya Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu
tubuh, apabila salah satu anggota tubuhterluka, maka seluruh tubuh akan
merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan
dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan
istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan
aqidah.Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam
masyarakat merupakan salah satu prinsip ajaran Islam.Salah satu masalah yang di
hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan
sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa
persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya
penghayatan terhadap nilai-nilai Islam. Persatuan di kalangan muslim tampaknya
belum dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan
seringkali menjadi sebab perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali
dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap suatu fenomena.
Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi perbedaan
pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan
berbagai pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada
dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan manusiawi, karena itu menyikapi
perbedaan pendapat itu adalah memahami berbagai penafsiran.Untuk menghindari
perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli
menetapkan tiga konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al ibadah
(keragaman cara beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan
Nabi dalam pengamalan agama yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran
semua praktek keagamaan selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara
beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al
ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran).
Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang
ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah ,
walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat
bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia, melainkan
Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari
akhir. Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan
ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki
otoritaskeilmuan yang disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah
qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya
ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada
persoalan-persoalan yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam
al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum menetapkan hukumnya.
Oleh karena itu umat islam,khususnya
para mujtahid, dituntut untuk menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad
yang dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun
hasil ijtihad itu berbeda-beda.Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa
ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam pemahaman maupun pengalaman.
Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan interpretasi
terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan
untuk terjadi perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan
permusuhan. Di sini konsep Islam tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan
pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan permusuhan, dan apabila
telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan
kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.B. Kerja sama antar umat
beragamaMemahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat
tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam
dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab secara esensial ia
merupakan nilai yang bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam
yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran dan As-sunnah, tetapi
dampak sosial yanag lahirdari pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat
dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.Demikian pula pada tataran yang lebih
luas, yaitu kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi sangat
relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan
kkebenaran dan keadilan.Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan
pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran
dan keadilan yang bersifat universal.Universalisme Islam dapat dibuktikan
anatara lain dari segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam
menunjukkan universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan
alamnya. Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama
menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke dalam suatu
masyarakat yang homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah ,yakni membaca
syahadat. Jika ia tidak ingin masuk Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang
sosial ia tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali yang merugikan
umat Islam.Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam ditampakkan bahwa
wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama islam, dan
dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam secara khususu untuk
menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti. Karena itu maka
pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar dari ajaran
Al-Quran tanpa mengurangi universalisme Islam. Melihat Universalisme Islam di
atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada
kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran, kebaikan,dan
keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan dan
perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan demikian
tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar umat
manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan
penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama
dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak
intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial
kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik. Kerja sama antar umat
bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak
dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang
ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang
berada dalam ruang lingkup kebaikan.
2.3. Analisis tentang umat beragama
Semakin
hari, pemeluk agama semakin merasakan bahwa hubungan mesra dengan pemeluk agama
lain, merupakan suatu hal mendesak untuk dilakukan, maka dialog dan bersikap
toleran merupakan suatu unsur penting yang harus ada. Dengan demikian, makna
“dakwah” atau “missi” perlu diredefenisi. Dakwah atau missi bukan lagi
dimaksudkan untuk mengajak orang lain agar pindah dari satu agama tertentu
kepada agama lain, tetapi bertujuan untuk meningkatkan keyakinan, penghayatan
dan pengamalan terhadap agama yang dianutnya. Dakwah (missi) dapat diarahkan
kepada peningkatan nilai-nilai kemanusiaan.
Bahwa
redefenisi terhadap dakwah (missi) merupakan salah satu upaya untuk
menghilangkan pertentangan antara dakwah (missi) dengan sikap toleran dan
dialog, adalah suatu harapan yang probabiliti dapat diwujudkan. Akan tetapi
suatu kenyataan dalam sejarah agama-agama, bahwa tujuan dakwah (missi) selalu
saja menciptakan suasana intoleransi. Harun Nasution, menyebutnya dengan
istilah “niat baik yang berujung pada intoleransi”. Namun dibanding dengan
agama Nasrani (Kristen), intoleransi Islam terhadap pemeluk agama lain lebih
kecil dibanding intoleransi terhadap golongan-golongan Islam yang dipandang
menyeleweng. Paksaan bagi orang non-Islam secara massal boleh dikatakan tidak
ada. Perluasan daerah Islam ke luar semenanjung Arabia memang terjadi dengan
peperangan, tetapi pemeluk-pemeluk agama lain, terutama Yahudi dan Nasrani
(Kristen), di daerah-daerah itu tidak dipaksa untuk masuk Islam. Sejarah dakwah
Islam sebagai yang diungkap oleh Arnold (1864-1930), menunjukkan bahwa
keberhasilan dakwah Islam selalu didukung oleh situasi dan kondisi eksternal,
sehingga unsur internal – misalnya sikap intoleransi – dapat ditekan. Faktor
eksternal ini dapat dilihat, misalnya ketika penyebaran Islam di Persia, dakwah
Islam di kalangan bangsa Mongol, India, dan lain sebagainya. Faktor eksternal
ini tidak hanya terdapat pada masa setelah Nabi wafat, karena dakwah pada masa
Nabi Muhammad Saw. juga didukung oleh faktor luar. Keberhasilan dakwah Nabi
bukan hanya karena keagungan ajaran yang dibawanya, tetapi juga tidak terlepas
dari watak orang Arab yang menginginkan perubahan dan pembaruan serta kondisi
dunia Timur yang lemah dan dekaden. Dakwah Nabi di kalangan orang Yahudi
Madinah ketika itupun justeru didukung oleh faktor eksternal. Hal ini dapat
menjadi indikasi bahwa Nabi tidak melanggar rambu-rambu toleransi; yakni tidak
memaksa orang lain untuk masuk ke agama Islam.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pentingnya kerukunan
hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis
dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama
bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan
stabilitas dan kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan
hidup antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama
yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama. Selain
itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat
beragama antara lain:
a) Menghilangkan
perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain
b) Jangan
menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan
orangnya.
c) Biarkan
umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang
beribadah.
d) Hindari
diskriminasi terhadap agama lain.
3.2. Saran
Saran yang dapat
diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya menanamkan sejak dini pentingnya
menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar sesama
sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.
3.3. Rekomendasi
Kepada Pemuka
Agama Dan Pendidik :
1.
Pemuka agama harus menjadi teladan dan pelopor kerukunan antar umat
beragama.
2.
Pemberdayaan ekonomi umat menjadi solusi bersama. Supaya Umat beragama
membentuk kelompok binaan usaha di semua tingkatan untuk memajukan ekonomi
kerakyatan.
3.
Agar organisasi - organisasi agama di Indonesia supaya berpartisipasi dalam
mewujudkan perdamaian dunia khususnya dalam menyelesaikan konflik – konflik
yang bernuansa Agama.
4.
Meminta kepada seluruh Guru, Dosen dan Pemuka Agama supaya berpartisispasi
dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila di berbagai institusi terutama
institusi pendidikan formal dan non-formal.
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyuddin.dkk.
2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia
Daud
Ali, Mohammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarata: Rajawalu
pers.
Sairin,
Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa:
butir-butir pemikiran